August 27, 2016

Lalu Lintas Cikarang

Kalian kalau berangkat lewat mana sih?
*ini masih pagi *kok udah ngajak ribut, wkwkwkwk

Nggak ada maksud apa-apa yeee. Saya cuma kepo, soalnya kali ini saya ingin menulis tentang opini saya selama menjadi penumpang motor *karena nggak pernah nyetir sendiri LOL* di lingkungan sekitar tempat saya tinggal.

Saya habis pindahan kontrakan btw. Jadi memang di Cikarang ini saya dan suami belum punya rumah sendiri, jadinya ngontrak rumah orang dan kebetulan yang punya rumah ini ternyata orang Surabaya juga, hahaha *mbulet ae
Alasan pindahannya ya klasik, cari yang lebih luas *karena perabotan udah banyak* dan pasti nyari yang lebih murah, hahaha *emak-emak

Jadilah kami meninggalkan Lippo Cikarang yang tentram dan syahdu, lalu mencari tempat tinggal di daerah yang agak jauh dari tempat kerja demi tercapainya si kebutuhan rumah luas dan murah itu tadi.

And here we are… Central Park Cikarang, yang berjarak 20 menit di jalanan sepi hingga 45 menit di jalanan macet.


Awal-awal pindahan rasanya kok nelangsa ya, wkwkwkwk *digetok*
Ya please lah biasanya jam 6.45 masih sempat sarapan di rumah, sekarang jam 6.15 udah harus berangkat, beda banget kan rutinitas pagi saya jadinya. *kriyep-kriyep di jalan
Tapi lama-lama jadi biasa aja sih. /plaaak/

Nah kalau dulunya perjalanan berangkat saya cuma melewati jalan raya yang lagi disapu sama petugas kebersihan, sekarang jadi lebih “keras” karena melewati jalur utama pantura Jakarta – Cikampek, saingan dengan bus-bus dan truk gandeng yang lewat tiada henti.
Menghadapi orang-orang yang berebutan mau putar balik juga, antre kereta lewat *iya, sekarang jadi sering lewat perlintasan kereta juga*, dan yang paaaaling konyol, ikutan antre traffic light padahal saya mau belok kiri yang mestinya boleh jalan terus tapi jalannya ketutup sama kendaraan yang notabene mau ambil jalur lurus… -_____-“

Kadang nggak habis pikir dan mengomel sepanjang jalan, tapi lebih sering berakhir dengan menghela nafas panjang dan mengucap istighfar berkali-kali.

Indonesia-kuuu~~~

Paling tidak, ada 3 hal yang hampir selalu terjadi ketika saya berangkat kerja pagi hari.
Yang pertama adalah menerobos palang perlintasan kereta. Kalau kalian pikir yang menerobos itu motor kecil-kecil atau sepeda roda tiga *apasih*, kalian salah besar, karena di sini bus yang lebih gede dari gajah itu pun ikutan menerobos diikuti motor-motor kecil dan angkot yang mengekor.
rombongan gajah lewat
Kemudian kalau kereta sudah dekat, penjaga perlintasan kereta teriak-teriak sampai serak, dan kendaran yang mengekor bus ini terpaksa berhenti di jalur arah sebaliknya, dan setelah kereta lewat akan terjadi kemacetan karena yang sono jadi nggak bisa lewat. Ya iyalah lha jalannya lu tutupin, Tong. *gemeesh

Yang kedua, angkot-angkot yang berhenti hampir di separuh badan jalan.
Nggak usah lah protes jalannya kecil dan gak sesuai sama volume kendaraan yang lewat di sana, lha itu kalau angkot-angkotnya nggak ngetem di situ, dijamin lancar jaya.
Trus nanti Mamang angkotnya bilang, “Ya kan kita cari duit, Neng, kudu rebutan penumpang.  Ayo yang Mall Lippo, Mall Lippo, Mall Lippo langsung berangkat.” *2 jam kemudian juga masih di situ, jalannya lelet amat kayak siput*
Ya emangnya nggak bisa nyari duit tapi tetap ikut aturan, Mang? Halooo… situ mau dapat duit tapi nyusahin orang lain. Egois amat.
Pernah lo ya jalanan macet panjang dan lama sekali terurainya. Ternyata ada bus yang mau lewat, tapi jalanan tak cukup karena di depannya ada angkot berhenti tanpa penumpang.
Ngetem.
Si Mamang angkot-nya ya di dalam angkotnya.
Ngapain?
Mainan HaPe dong.

Baru setelah “way woy way woy” orang sekitar, dia minggirin angkotnya.
Dikit.
Bus-nya bisa lewat dan jalanan langsung lancar kembali. Demi apaaaaah????

Yang ketiga, kendaraan yang nggak di jalur seharusnya.
Motor-motor yang seenak udel-nya nutup jalan itu ya, situ nggak bisa bacaaaa??? Sini saya ajarin baca /sambil asah golok/
Besoknya ada truk molen yang juga ikutan nutupin jalur. Wel dan, pipel! *mlipir beli gorengan*

***

Kira-kira kenapa ya? *sad*

Saya beruntung karena punya suami *sekaligus pembonceng setia* yang lurus-lurus aja pola pikirnya. Palang pintu kereta turun ya dia berhenti, meskipun kami berdua juga tau kalau keretanya masih jauh banget. Jalan ya sesuai jalurnya, dan kalau naik motor ya harus pakai helm. Helm-nya harus dipasang  sampai bunyi KLIK ya. Hahaha

Sebelum sama suami, saya nggak gitu-gitu amat dengan helm yang harus di-klik. Tapi semakin ke sini, saya jadi ikut terbiasa, karena memang semua peraturan yang ada itu dibuat untuk keselamatan kita sendiri. Termasuk tidak menerobos palang perlintasan kereta dan menaati tanda warna lampu di traffic light.

Masalahnya sekarang, ada berapa banyak yang justru lebih memilih menerobos palang perlintasan kereta dengan alasan males kepanasan lama-lama? Syududududu~

Saya tak mau membawa isu kesukuan di sini. Mau orang Jawa kek, orang Sunda, orang Betawi, orang Mars, alien, semuanya berkedudukan sama di mata hukum. Semua sama-sama harus taat aturan agar lingkungan bisa tertata baik dan tidak merugikan satu sama lain. Nggak ada lah kecenderungan suku ini begini, suku itu begitu. Semua ya balik lagi ke pribadi masing-masing. Saya juga yakin tak satupun suku yang ngajarin hal nggak benar begitu.

Saya juga tak mau membawa latar belakang pendidikan. Nggak semua yang putus sekolah itu jadi nggak taat aturan dan nggak semua yang sarjana itu nggak nerobos palang perlintasan kereta. Agree?

Sebenarnya kalau dibalikin lagi sih, semua juga urusan mereka ya. Yang nggak taat aturan ya mereka. Kalau nerobos perlintasan lalu ketabrak kan yang mati juga mereka. Tapi kok rasanya sayang banget gitu ada nyawa melayang sia-sia gara-gara pelanggaran peraturan. Mending kalau celakanya sendirian, kalau jadi nyelakain orang lain juga gimana?





No comments:

Post a Comment